Masuknya pengaruh komunisme
SI yang mengalami perkembangan pesat, kemudian mulai disusupi oleh paham sosialisme revolusioner. Paham ini disebarkan oleh H.J.F.M Sneevliet yang mendirikan organisasi ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) pada tahun 1914. Pada mulanya ISDV sudah mencoba menyebarkan pengaruhnya, tetapi karena paham yang mereka anut tidak berakar di dalam masyarakat
Dengan usaha yang baik, mereka berhasil mempengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti Semaoen, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin Prawirodirdjo. Hal ini menyebabkan SI pecah menjadi "SI Putih" yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto dan "SI Merah" yang dipimpin Semaoen. SI merah berlandaskan asas sosialisme-komunisme.
Adapun faktor-faktor yang mempermudah infiltrasi ISDV ke dalam tubuh SI antar lain:
- Centraal Sarekat Islam (CSI) sebagai badan koordinasi pusat memiliki kekuasaan yang lemah. Hal ini dikarenakan tiap cabang SI bertindak sendiri-sendiri. Pemimpin cabang memiliki pengaruh yang kuat untuk menentukan nasib cabangnya, dalam hal ini Semaoen adalah ketua SI Semarang.
- Peraturan partai pada waktu itu memperbolehkan keanggotaan multipartai, mengingat pada mulanya organisasi seperti Boedi Oetomo dan SI merupakan organisasi non-politik. Semaoen juga memimpin ISDV (PKI) dan berhasil meningkatkan anggotanya dari 1700 orang pada tahun 1916 menjadi 20.000 orang pada tahun 1917 di sela-sela kesibukannya sebagai Ketua SI Semarang.
- Akibat dari Perang Dunia I, hasil panen padi yang jelek mengakibatkan membumbungnya harga-harga dan menurunnya upah karyawan perkebunan untuk mengimbangi kas pemerintah kolonial mengakibatkan dengan mudahnya rakyat memihak pada ISDV.
- Akibat kemiskinan yang semakin diderita rakyat semenjak Politik Pintu Terbuka (sistem liberal) dilaksanakan pemerintah kolonialis sejak tahun 1870 dan wabah pes yang melanda pada tahun 1917 di Semarang.
SI Putih (H. Agus Salim, Abdul Muis, Suryopranoto) berhaluan kanan berpusat di
Jurang antara SI Merah dan SI Putih semakin melebar saat keluarnya pernyataan Komintern (Partai Komunis Internasional) yang menentang cita-cita Pan-Islamisme. Pada saat kongres SI Maret 1921 di Yogyakarta, H. Fachruddin, Wakil Ketua Muhammadiyah mengedarkan brosur yang menyatakan bahwa Pan-Islamisme tidak akan tercapai bila tetap bekerja sama dengan komunis karena keduanya memang bertentangan. Di samping itu Agus Salim mengecam SI
Penegakan disiplin partai
Pecahnya SI terjadi setelah Semaoen dan Darsono dikeluarkan dari organisasi. Hal ini ada kaitannya dengan desakan Abdul Muis dan Agus Salim pada kongres SI yang keenam 6-10 Oktober 1921 tentang perlunya disiplin partai yang melarang keanggotaan rangkap. Anggota SI harus memilih antara SI atau organisasi lain, dengan tujuan agar SI bersih dari unsur-unsur komunis. Hal ini dikhawatirkan oleh PKI sehingga Tan Malaka meminta pengecualian bagi PKI. Namun usaha ini tidak berhasil karena disiplin partai diterima dengan mayoritas suara. Saat itu anggota-anggota PSI dari Muhammadiyah dan Persis pun turut pula dikeluarkan, karena disiplin partai tidak memperbolehkannya.
Keputusan mengenai disiplin partai diperkuat lagi dalam kongres SI pada bulan Februari 1923 di Madiun. Dalam kongres Tjokroaminoto memusatkan tentang peningkatan pendidikan kader SI dalam memperkuat organisasi dan pengubahan nama CSI menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Pada kongres PKI bulan Maret 1923, PKI memutuskan untuk menggerakkan SI Merah untuk menandingi SI Putih. Pada tahun 1924, SI Merah berganti nama menjadi "Sarekat Rakyat".
Partai Sarekat Islam Indonesia
Pada kongres PSI tahun 1929 menyatakan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai kemedekaan nasional. Karena tujuannya yang jelas itulah PSI ditambah namanya dengan
Akibat keragaman cara pandang diantara anggota partai, PSII pecah menjadi beberapa partai politik, diantaranya Partai Islam
Lestarikan Sejarah Bangsa Kita MERDEKA!!!Jika Bukan Anda, siapa lagi yang akan perduli terhadap nasih Bangsa Ini?
Posting Komentar
Posting Komentar